Kamis, 25 Desember 2014

Tantangan Budidaya Udang Vaname; Untung Besar Tapi Resiko Tinggi



Prof. Rachmansyah, Peneliti LIPI

Memulai karir sebagai peneliti  di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 1986, Prof. Rachmansyah mulai menekuni hobi-hobinya dalam penelitian. Ia memilih studi budidaya perikanan karena ia tahu, kekayaan Nusantara ini banyak tersimpan di perairan, dilaut maupun di daratan. Sebagai peneliti utama di BPPBAP Maros, ia banyak mendatangi berbagai daerah dalam usaha pengembangan budidaya perairan, terutama untuk tambak udang vaname. Sejak menamatkan pendidikan S1 di Universitas Diponegoro Semarang tahun 1985, Rachmansyah mulai aktif melakukan penelitian. Tak kurang dari 136 karya ilmiah yang ia tulis baik itu sebagai tugas penelitian atau untuk penyusunan buku. Temanya tak lain adalah studi-studi tentang budidaya perikanan (aquaculture). Ia juga sering diminta untuk memberi materi terkait disiplin ilmu dan riset-riset terbarunya. Selasa 25 November kemarin, untuk kesekian kalinya ia datang ke Palu. Saat itu Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng menggelar workshop pengembangan budidaya udang vaname. Ia menjadi salah satu pembicara pada kesempatan itu. 

Sejak kapan teknologi supra intensif ini ditemukan?

Tahun 2010, kalau tidak salah pak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng, Hasanuddin Atjo sudah memulai  mengkonstruksi teknologi ini di Sulsel. Dan tahun 2011 sudah  mulai dikembangkan di sini. 

Bagaimana upaya ini bisa menjadi contoh bagi masyarakat, apa langkah-langakh yang sudah dilakukan?

Sekarang kan sudah didapat teknologinya. Upaya-upaya untuk mengkampanyekan teknologi ini sudah dilakuakn, melalaui desiminasi, melalaui pertemuan-pertemuan . Pak Hasanudddin sudah me-launcinya di Sulsel ketika teknologi ini ditemukan. Memeng dalam upaya memperkenalkan teknologi baru, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh waktu dan upaya untnuk mengggencarkan kampanye-kampanye. Dan sekarang sudah ada beberapa daerah yang mengadopsi teknologi ini. Di Sulsel sendiri sudah ada beberapa spot yang mengembangkan ini. Di Nusa Tenggara Timur, sudah mulai dikembangkan juga. Kemarin yang konsultasi ke kami, ada yang dari Aceh, Sibolga dan Belitung, yang ingin mengembangkan teknologi ini. Nampaknya, lambat laun teknologi ini akan diadopsi oleh banyak kalangan petambak, hanya memang butuh waktu. Memang harus diakui, ini usaha padat modal dan high risk. Tapi sangat menjanjikan. Jadi dibutuhkan orang-orang yang memang punya kompetensi di sini, untuk mengoperasikan teknologi ini.

Untuk itu, apa ada semacam pelatihan-pelatihan yang dibuka sebagai upaya transformai teknologi ini?

Ini sangat penting sekali karena teknologi supra intensif ini membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional. Artnya, SDM harus disediakan terlebih dahulu, untuk mengopresikan teknologi ini. Sebagai contoh, kemarin ada salah satu pengusaha tambak yang menitipkan teknisinya dua orang di tempat kami di Takalar, untuk magang. Meskipun hanya beberapa minggu saja, tapi sudah ada upaya ke arah sana, bagaimana menyiapkan teknisi menjadi lebih terampil sebelum menangnai atau terjun langsung dalam menjalankan tenologi supra intensif ini. Kami selalu membuka peluang kepada siapa saja, pengusaha yang mau memagangkan tenaga teknisinya untuk megang setiap tahun. Tinggal disesuaikan dengan jadwal siklus penanaman kami. 

Bagaimana potensi pembukaan tambak supra intensif di Sulteng? 

Sulteng ini potensinya lebih. Tidak seperti di Sulsel, yang hanya dikembaangkan di bebebrapa spot saja. Berdasarkan riset kita kemarin, secara kelayakan lahannya, Sulteng punya lebih banyak di banding Sulsel. Kelayakan lahan ini kan sangat penting. Tidak semua kawasan pesisir bisa dibuka untuk usaha tambak supra intensif. Dia mempunyai beberapa persyaratan. Tambak supra intensif harus dibangun pada lokasi dengan elevasi minimal 4 meter dari permukaan laut. Sehingga air itu masuk tidak secara gravitasi melalui pasang-surut. Tapi harus melalui pompa. Dan tidak boleh mengkonversi mangrov. Selain karena alasan konservasi,  juga secara teknis ini tidak layak karena berada di area pasang surut. Inliah yang benar-benar menggunakan teknologi. 

Seberapa besar pendekatan teknologi dilakukan?

Hampir semua pendekatannya dengan teknologi. Karena prinsip kerjanya kan membudidayakan udang pada wadah yang kecil, tapi padat penebarannya tinggi. Sehingga kita dapat mencapai produktivitas tinggi dengan sudah menghemat lahan dan sumber daya air.

 Saya dengar dalam sekali tanam, ada masa yang dinamakan panen parsial, ini untuk apa?
 
Kenapa panen parsial? Kalau kita punya satu petak tambak, dan kita sudah menargetkan. Misalnya daya dukung tambak ini 10 ton. Nah, target itu bisa dicapai, kalau kita menciptakan daya dukung tambak sebesar 10 ton. Dalam teknologi supra intensif, kita menggunakan kincir untuk mensuplai oksigen ke dalam air. Semakin tinggi padat penebaran, kan semakin tinggi oksigen yang dibutuhkan. Ketatapannya, 1 HP kincir itu bisa mensuport setara 500 kilo gram udang. Nah, kalau kita target 10 ton, berari kita membutuhkan 20 kincir. 

Dalam proses pemeliharaan, produksi bio masa (udang) yang ada di dalam tambak sudah hampir mencapai daya dukung, disitulah kita melakukan panen parsial. Ini dilakukan untuk mengurangi beban lingkungan tambak untuk menopang hampir 10 ton tadi. Panen ini akan mengurangi 20-30 persen udang. Harapannya, ini untuk meningkatkan pertumbuhan udang yang ada di dalamnya. Kalau tidak dikurangi, kan akan menghambat pertumbuhan. Sebab ruangnya sudah mulai sempit. Setiap dia mencapai 10 ton, kita pangkas lagi melalui panen parsial. Panen parsial ini untuk menjaga daya dukung tambak itu. Tapi begini, menciptakan daya dukung ini juga bisa dibantu dengan teknologi, melalui kincir tadi. Kalau kita punya kincir banyak, disesuaikan dengan kondisi bio masa yang ada di dalam tambak. Tidak pelu panen parsial. Contohnya begini. Kalau kita berada dalam satu ruangan, sendiri, tidak perlu pake AC. Cukup berharap udara dari ventilasi saja sudah cukup. Tapi kalau kita berlima atau berenam, kita harus menggunakan AC untuk menciptakan kondisi udara yang baik untuk bernafas. Kalau tidak kan pengap. Nah, begitu juga dengan kondisi di dalam tambak itu.

Berapa kali panen parsial dilakukan dalam sekali tanam?

Ini dilakukan biasanya setiap umur udang 80 atau 90 hari. Yang pasti ini dilakukan ketika size (ukuran) udang sudah mencapai seratus. Kita bisa melihat grafik pertumbuhannya, yang bisa menunjukkan hubungan antara bobot  udang dengan umurnya. Biasanya, pada usia 90 hari, udang sudah mencapai bobot 10 gram. Jadi kalau bobotnya 10 gram, berarti dalam sekilo itu ada 100 ekor. Kan satu kilo itu 1000 gram. Jadi size udang itu, artinya berapa ekor dalam satu kilo gram. kalau size-nya seratus, berarti 100 ekor dalam satu kilo. Kalau size 90, ya 90 ekor dalam satu kilo. 

Terus kapan panen besarnya?

Biasanya panen total atau panen besar itu dilakukan dengan melihat kondisi dimana hasil yang diperoleh itu tidak sesuai lagi dengan biaya pakan. Di saat itu kita sudah panen, panen besar. Biasanya, kalau vaname itu panen besarnya di usia-usia 105-120. Kalau pembudidaya ingin size yang besar, biasanya di usia 120. Tapi kalau dari perhitungan ekonomi, kalau kita sudah memberi pakan seharga Rp.1 juta dalam satu hari, tetapi peningkatan bobot udangnya tidak bertambah. Atau biaya pakan sudah tidak sebanding, itu sudah tidak efisien. Sudah harus panen. Untuk mengetahui itu, kita lihat grafik pertumbuhan. Kalau kondisi grafiknya sudah mulai membentuk husuf S, itu sudah tidak efisien. Peningkatannya melambat. Jadi kalau kondisi pertumbuhannya sudah maksimal, kondisi peningkatan bobotnya sudah mulai melambat, disitulah kita sudah mulai panen. Tapi perlu diingat, ini harus disesuikan dengan kondisi permintaan pasar. Kadang pasar membutuhkan size yang kecil, kadang yang besar. Jadi tidak mesti panen dengan umur udang 120 hari.

Yang saya pernah dengar, bahwa usaha ini cukup sensitif,  jadi perawatannya harus ekstra. Apa ada teknologi yang bisa memudahkan pengontrolan konsidi air dan udara dalam tambak?

Ada. Suhu dan kadar garam, memang mempengaruhi kondisi kehidupaan udang. Suhu kan terkait proses metabolisme. Nah semakain tinggi suhu (pada batas tertentu), dia akan memacu proses metabolisme di dalam tubuh udang. Sehingga udang bisa lebih cepaat tumbuh besar. Sementara kalau suhu rendah, itu akan mengurangi proses metabolisme tadi. Udang akan lebih kerdil. Kita mesti mengatur pada suhu yang optimal tadi. Sama dengan salinitas atau kadar garam. Semakin tinggi kadar garam, udang akan mengeluarkan energi lebih banyak untuk mempertahankan cairan tubuhnya. Supaya seimbang antara cairan di dalam tubuh udang dengan lingkungannya. Energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan cairan tubuh (istilahnya) osmoregulasi tadi, membuat energi untuk pertumbuhan itu sedikit. Karena dialokasikan untuk mempertahankan cairan tubuh saja. Itu makanya, kalau udang hidup dalam salinitas yang tinggi, biasanya kerdil. Dia makan hanya untuk mempertahankan hidup saja, bukan untuk tumbuh. Makanya kita, dalam pembudidayaan ini dituntu untuk mencipkatakn kondisi lingkungan yang optimal tadi. 

Bagaimana dengan kebersihan sanitasinya?

Ini juga sangat penting. Udang ini kan makan dan buang kotorannya dalam satu lingkungan. Udang dengan budidaya intensif dan supra intensif airnya lebih cepat kotor, dibandingkan dengan kepadatan rendah, seperti dalam metode tradisional. Untuk mempertahankan air ini dalam kondisi prima, kita ada beberapa teknologi yang digunakan untuk membantu proses pemurnian kondisi lingkungan. Misalnya dengan penggunaan probiotik, penggunaan beberapa bahan adiktif seperti mineral dan lain sebagainya. Itu juga sebagai upaya untuk perombakan kotoran-kotoran sehingga tidak menjadi racun bagi udang. 

Apa kotoran itu tak perlu dibuang?

Sampai pada batas tertentu, semakin tinggi padat penebarannya, kan berkorelasi dengaan pakan. Semakin banyak pakan yang ditaburkan di tambak, semakin tinggi juga beban limbahnya. Penggunaan probiotik tadi juga ada batasannya. Makanya, kalau di teknologi supra intensif kita bantu dengan central green. Ini sebagai jalan keluar limbah-limbah tadi. Kalau ini tidak dibuang, akan menjadi racun sendiri bagi udang.

Saya dengar ada teknologi untuk bisa melakukan pemantauan jarak jauh?

Ya, alat ini sebagai sensor yang bisa mendeteksi suhu dan oksigen secara online. Alat ini kita pasang di tambak, dan tergantung kita menentukan waktunya. Mau menyetel per menit atau per jam. Kalau saya memasangnya per 30 menit. Jadi setiap setengah jam alat ini membaca dan menyimpan data. Kita bisa akses datanya via internet. Dari rekaman data itu, kita bisa lihat grafik perkembangannya. Misalnya kita pasang ukurang oksigen tidak boleh turun dari angka empat. Kapan dia pada titik empat, kita sudah langsung warning di situ. Apa yang terjadi dan apa yang harus kita lakukan. Misalnya kalau dalam kondisi oksigen sudah mulai kritis di jam-jam empat sore itu, saya harus tambah kincir. Teknologi ini membantu untuk memudahkan kita mengambik keputusan lebih cepat. Karena mengukur oksigen tidak menggunakan alat juga agak susah. 

Yang paling penting di sini dikontrol adalah kadar oksigennya. Kalau suhu, di daerah tropis begini fluktuasinya tidak terlalu besar. Oksigen ini, selain dipakai oleh udang sendiri, juga dipakai oleh hewan-hewan lain yang ada di dalam tambak. Seperti plangton, mikro organsme, proses-proses bakteri. Itu kan mengkonsumsi oksigen.Misalnya seperti saya bialng tadi, satu hp untuk 500 kilogram udang, tidak segitu ukurannya. Kita harus tambahkan lagi 20 persen, ini dipakai oleh organisme non udang tadi. Misalnya kalau plangton, siang dia memproduksi oksigen, malam dia mengkonsumsi oksigen. Makanya oksigen pada malam hari itu, mengalami penurunan yang cept sekali. Dengan teknologi ini, saya bisa mengontrol kondisi oksigen di dalam tambak melalui koneksi internet. Bisa melalui ponsel android.

Apa tambak bisa disterilkan dari mikro organisme non udang tadi?

Tidak bisa. Air tambak disterilkan tidak bisa. Justeru banyaak mikro organisme yang membantu proses perombakan bahan organik sebagai efek samping dari udang itu sendiri. Seperti  kotoran udang, sisa-sisa pakan. Kita juga perlu tau, bahwa hampir 30 persen pakan yang diberikan ke udang tidak dimakan. Tapi kalau dalam teknologi supra intensif, ini bisa terhindarkan. Makanya penting sekali bagi kita untuk mengetahui kapan kita harus menambah dosis pakan, atau mengurangi dosis pakan. Kita punya alat yang namanya Anco, untuk mendeteksi kondisi ini. Alat itu bisa menujukkan bagaimana pola konsumsi udang. Kalau misalnya sekali diberikan dalam waktu satu jam sudah habis, berarti kita harus tambah dosis pada jam berikutnya. Begitu juga sebaliknya, kalau selama dua jam tidak habis pakan, berarti kita harus kurangi pakan. 

Untuk efisiensi penerapan pakan ini, kita juga menggunakan automatic feeder. Ini alat untuk menabur pakan sesuai dengan keinginan kita. Kita bisa mengukur berapa banyak pakan setiap kali lempar, mau satu kilo, atau berapa. Begitu juga dengan wktu pelemparannya, apa setiap 10 menit atau satu jam, terserah kita. Jadi pakan sudah disediakan di dalam tong, waktu dan takarannya sudah diatur, dia tinggal melempar sendiri. Tapi secara manajemen, kita tidak mesti sepenuhnya mengandalkan ini. Kalau saya, mebagi 70 persen saja menggunakan alat ini, tiga puluh persennya menunggakan tenaga manusia, manual. Dengan begitu, setiap waktu operator datang ke tambak, melihat apa yang terjadi, sekaligus monitoring tambaknya. 

Untuk satu tambak, diawasi berapa orang?

Kalau kami, selalu merekomendasikan ukuran tambak seribu meter per segi. Kami punya empat petak, satu petak untuk tandom air. Kita punya satu teknisi elektrik, dua untuk operasional. Untuk membari makan, ganti air, mompa dan sebagainya. Jadi tiga sampai empat orang sudah cukup. Kalau untuk satu petak sebenarnya 1 orang saja cukup. 

Menurut anda, perlu tidak para teknisi ini disertifikasi, sebaagai jaminan profesionalitas kerjanya?

Ia, ini sangat penting bagi mereka dan juga para pengusaha yang mau berinvestasi di usaha tambak ini. Para teknisi ini bisa membuat posisi tawar yang seimbang dengan pemilik modal. Ada kontrak-kontrak yang jelas mereka buat. Mereka dipercaya karena ada garansi daari sertifikasi itu. Sebeb pelu diingat, usaha ini padat modal dan beresiko tinggi. Makanya SDM-nya harus benar0benar terampil.

Oke. Kita sedikit flashback ke belakang. Teknologi ini apakah temuan baru atau adopsi dari luar?

Dulu sebelum bertemu pak Atjo, saya mencona dalam skala kecil, ukuran bak yang hanya 30 ton. Saya isi 33 ribu ekor. Dengan segala fasilitas apa adanya, hanya mengandalkan blower kodok 1 unit, itu pun kita bisa dapat 120 kilo. Kemudian pada tahun berikutnya, saya coba dengan bak yang dasarnya seperti perahu, agak kerucut dengan volume 7 ton, saya isi 15 ribu bibir. Pas panen, 100an kilo lebih juga. Setelah itu, pak Atjo mulai mengembangkan teknologi ini, tapi masih menggunakan tanah. Kemudian beliau mengubah dengan konstruksi beton dan lain sebagainya. Sebelum dan pada masa itu kami banyak diskusi untuk menemukan alternatif-alternatif atas kendala yang terjadi. Dalam fase pengembangannya, pak Atjo duluan, karena swasta. Kami pemerintah, duitnya keluar berhitung tahun anggaran. Kalau swasta kan kapan saja bisa diadakan. Tapi sebenarnya, teknologi ini tidak hanya kita saja yang mengembakna. Di Texas, Amerika, Cina, mereka  juga sudah mengembangkan. Malah mereka sudah bisa mencapai 11 kilogram per meter kubik.  Menerut teman saya yang pernah kesana, bedanya mereka hanya melakukan dalam skala terbatas, waktu itu. Hanya dalam skala untuk kebutuhan-kebutuhan pilot roject dan kebutuhan penelitian. Bukan untuk kegiatan komersial. 

Apa karena tingkat kebutuhan di sana sedikit?  

Tidak juga. Bicara teknologi ini tidak mudah. Butuh proses yang panjang. Jangankan teknologi, dulu waktu ada benur, bibit udang yang masih mengandalkan benih dari alam. Itu mudah sekali orang-orang diajak. Dulu kan kalau tidak salah, di sini daerahnya nener dan benur. Tapi dengan adanya hatchery, tempat pembenihan udang, butuh 3 sampai 4 tahun untuk mengajak orang menabur dengan hachery. Padahal mereka tahu ini menguntungkan. Jadi teknologi ini memang butuh waktu, apalagi ini padat modal dan resiko tinggi.

Secara hitungan-hitungan ekonomi, usaha ini cukup menjanjikan. 1 tahun katany bisa BEP. Ini apa karena kebutuhan pasar sangat besar, atau proses budidayanya yang praktis dengan bantuan teknologi?      

Kalau dibilang budidayanya praktis, tidak juga. Sebab semakin tinggi modal yang kita alokasikan, semakin tinggi juga tingkat stress-nya. Saya kerja dengan 100 ekor per meter persegi, akan lebih tinggi tingkat stress dibanding penebaran 300. Tapi memang kebutuhan udang ini tinggi. Walaupun ada waktu-waktu tertentu dimana harga udang turun. Ada sikusnya. Orang yang sudah biasa berbisnis di bidang ini sudah tahu dia, kapan waktu-waktunya harga tinggi dan rendah. Eksportir ini biasanya memperhitungkan dengan cara kuota. Mereka punya perjanjian target dengan buyer luar negeri. Berapa target yang harus mereka penuhi hingga akhir tahun. Misalnya pada Desember dia sudah memenuhi kuota pasarnya. Pada bulan Januari hingga beberapa bulan berikutnya, itu bisa turun harganya. Tapi seanjlok-anjloknya harga, masih tetap di atas biaya produksi. Kalau biaya produksi saya antara 28 sampai 33 ribu rupiah per kilogram. Harga jual paling rendah itu antara 40 sampai 50 ribu per kilogram.   

Kalau memulai usaha ini, apa yang harus dilakukan paling awal?

Yang pertama itu kondisi georgrafis. Tidak semua lahan bisa dijadikan tambak tradisional, semi intensif, intensif dan supra intensif. Disamping kelaayakan lahan, juga penting adalah kemampuan modal. Dalam prosesnya kan kita bisa melakukan inovasi. Misalnya dari yang tradisional menjadi semi intensif, kemudiaan menjadi intensif dan seterusnya. Tapi ini juga disesuikan dengan kemampuan lahan, seberapa jauh ini dapat dikembangkan. Kaitannya dengan kondisi tanah, misalnya kalau lahan kita tanah gambut atau tanah sulfat masam, itu sudah tidak mungkin kita menggunakan  ternologi semi intensif tanpa ada input teknologi. Kita bisa tingkatkaan itu dari semi ke intensif, misalnya dengaan cara menggunakan musa plastik untuk tambak tanah yang dengan kondisi sulfat masamnya tinggi, sehingga padat penyebarannya bisa ditingkatkan.

2 komentar:

  1. adakah pelatihan untuk budidaya supra insenrif ini disekitar jawatimur. kalau ada tolong infonya . saya dari lamongan ?

    BalasHapus
  2. AYO SEMUA BERMAIN DI TOGEL PELANGI JANGAN LEWATKAN PROMO MENARIK DARI KAMI

    HUBUNGI KONTAK Kami
    BBM : D8E23B5C
    WHAT APPS : +85581569708
    LINE : togelpelangi
    WE CHAT : togelpelangi
    LIVE CHAT 24 JAM : WWW-ANGKAPELANGI-NET

    Ayo coba keberuntungan anda
    jutaan rupiah menunggu anda

    BalasHapus