Jumat, 02 September 2011

Sungguh Lebaran Telah Menelanjangi Kita


Peristiwa Bagi Zakat di Pasuruan 2009
Sungguh lebaran telah berkali-kali menelanjangi kita sebagi sebuah bangsa. Lebaran adalah moment yang begitu sakral bagi warga muslim di Indonesia. Jutaan orang setiap tahun berburu mudik untuk bertemu keluarga di kampungnya. Dan setiap tahun pula dalam satu dekade  terakhir, lebaran telah menelanjangi kita. 

Apa pasal?  

Puasa selama sebulan penuh telah mengantarkan umat muslim kepada titah kemanusiaan umat sebagai mahluk ciptaan tuhan. Berproses siang dan malam dan berjibaku dengan amalan-amalan, memebrsihkan diri, bersuci dari segala dosa selama sebelas bulan silam. 

Namun apa yang terjadi saat menjelang dan ketika lebaran berlangsung. Media kita begitu fulgar mengeksploitasi kemiskinan, menelanjangi, mengungkap semua fakta ironis tentang wajah kemiskinan negeri kita. 

Di setiap kota, orang-orang kaya yang mengaku dermawan membagi-bagikan duit kepada orang miskin. Di setiap kota, orang-orang miskin berbondong-bondong memenuhi halaman para dermawan musiman untuk mendapatkan bingkisan, uang dan benda berharga bagi mereka. Ini fakta berulang tanpa mendapat perhatian. Hanya untuk mendapatkan sepuluh ribu rupiah, korban pun berjatuhan setiap tahun. 

Ya itulah orang miskin, saudara kita. Kematian bisa saja menjemput mereka saat berebut duit dari saudaranya yang dermawan. Terlalu kecil bagi para pejabat atau kalangan menengah di negeri ini nominal sepuluh ribu. Dan jumlah itu sudah lebih cukup bagi saudara kita yang miskin itu. Mereka berpanas-panasan, berdesak-desakan, saling menginjak berebut duit-duit kecil itu. 

Sementara di lain kesempatan, pejabat-pejabat negeri ini dengan mudahnya merampok uang negara, mengorupsi dana-dana pembangunan. Dan anak-anak mereka dengan hanya memelas di hadapan ayah ibunya, sudah mendapatkan sejumlah uang atau barang mewah yang mereka inginkan. Mereka tak perlu berpanas-panasan, berhimpitan untuk memenuhi keinginannya seperti saudara kita yang miskin itu. 

Pada suatu kesempatan di salah satu media, seorang ustad pernah berkata tegas memprotes dan menyatakan bahkan kesalahan telah dilakukan oleh para dermawan yang membagikan harta mereka melalui zakat fitrah kepada warga miskin. 

Zakat fitrah itu adalah hak bagi orang miskin. Ini sebuah ajaran kemanusiaan yang dianjurkan dalam Islam. Setiap tahun setelah menjelang akhir Ramadhan, semua orang-orang yang mampu, harus mengeluarkan zakat dari harta benda mereka. Memberikannya kepada orang yang layak menerimanya, yakni orang miskin. Dan karena itulah, maka selayaknyalah mereka mendapatkan itu dengan cara yang manusiawi juga. 

Berita disebar ke seisi kota bahwa seorang dermawan akan membagi-bagikan zakat. Maka jika siapa saja yang merasa/mengaku miskin, silahkan mengunjungi rumah sang dermawan. Bukan. Bukan dengan cara dikumpulkan mereka (orang miskin)  di halaman rumah, dan para dermawan membagi-bagikan hartanya. Bukan begitu caranya. Zakat fitrah itu hak mereka. Dan yang namanya hak, wajib mereka terima. 

Jika itu dipahami oleh para dermawan, maka selayaknya sang dermawan dan orang-orangnya mendatangi orang miskin untuk memberikan hak mereka. Titik. Jangan membuat alasan lagi. Hanya Allah yang tau hati semua ummatnya. Ia yang maha tau siapa yang sungguhan dan siapa yang pura-pura. Maka janganlah kita berpura-pura dengan harta benda kita sendiri, sebab Allah juga tak berpura-pura memberikan amanah itu (harta) kepada kita.

Bukankah fakta bertahun-tahun itu tidak cukup dijadikan pelajaran. Apakah puasa harus dipanjangkan lebih dari sebulan untuk melatih kita untuk berlaku lebih arif dan bijaksana. Tapi entahlah. Apakah puasa selama sebulan penuh belum memberi pelajaran bagi kita?
Sungguh lebaran telah menelanjangi kita.

Cileunyi, 4 Syawal 1432 H.   

0 komentar:

Posting Komentar