Senin, 29 Agustus 2011

Aku Ingin Pisah Dengannya


 Sudah lebih sepuluh tahun kami saling mengenal. Awalnya hanya coba-coba. Bagaimana bisa menikmati suasana untuk saling mengisi satu sama lain. Hanya kesenangan yang aku dapatkan. Belum ada jera atau kapok untuk melepaskannya. Sambil menulis cerita ini pun, aku tetap ditemaninya. Kemana pun aku, dan dimana pun aku menghembuskan nafas, ia selalu bersamaku. Hampir tak ada waktu dalam hari-hariku tanpanya. Aroma khasnya selalu kuhirup saat-saat penting menjalani dalam hidup.

Harus ku akui, interaksi sosial memang sangat berpengaruh erat dalam gaya hidupku. Hingga hubungan pertemanan itu mengenalkanku kepadanya. Penapilannya sederhana, putih, ramping dan elegan. Bisa dibawa kemana saja. Ia memang tak henti meyakinkanku, kalau ia memang selalu setia. Di saat-saat hati sedang gundah, ia menjadi teman yang paling berharga di banding berlian. Bahkan kejiwaanku pun berhasil dikuasainya. Aku hampir separuh menggantungkan hidup padanya. Saat kenikmatan itu menghampiriku, ketika bersamanya melalui siang dan malam-malam yang bahagia dan kelam. Ketergantunganku kepadanya terstimulasi melalui reseptor-nya di susunan saraf pusat untuk mengeluarkan dopamine, yang kemudian mengubahnya menjadi endorphin atau zat menciptakan rasa senang.

Sulit dibayangkan, jika aku harus berpisah. Beberapa kali aku mencoba renggang dengannya. Paling lama aku pernah berpisah hingga dua bulan. Saat itu, aku sedang berusaha mendekatkan diri dengan sang khalik, dan membatasi diri dari pergaulan di luar rumah. Aku hanya bertemu orang saat menjelang waktu sholat di Masjid. Atau saat belajar di kampus. Hanya waktu itulah yang membuatku bisa berdamai, tak saling menggoda dengannya. Sulit memang saat aku menjalani hari-hari pada masa itu. Hingga akhirnya aku kembali akrab dengannya. Lagi-lagi, aku dipertemukan dengannya karena lingkungan. Aku sempat berfikir, kalau aku ini berkembang menjadi baik, atau tidak baik karena lingkungan.

Waktu semakin tak bisa dihentikan. Malam beberapa jam lagi akan menemui pagi. Gelap akan beruba terang. Matahari akan menyinari seisi dunia, hingga aku harus bangun bekerja seperti biasa. Seperti biasa pula, aku akan bersamanya, mengisi kebahagiaan atau kejenuhan, bahkan kekesalan dalam melalui hari. Kini ia masih bersamaku. Semakin dekat, hampir tak ada jarak. 

Ia seolah mengarahkan jari-jariku untuk menekan toots hingga bisa menghasilkan tulisan ini menjadi lebih baik. Bisa dibaca dengan jelas dan membawa manfaat bagi anda yang membacanya. Aku belum mau mengenalkan anda dengannya. Apa anda penasaran? Entahlah. Aku hanya mau menggambarkan sosoknya sebagai bagian yang  sulit terpisahkan dari hidupku.

Suatu waktu, aku pernah bertanya dengan seseorang, yang sudah berhasil berdamai dengannya. Kata orang itu, hanya satu jawabannya, kesungguhan. Masuk akal juga pernytaannya. Sebab perubahan seseorang yang aku pahami, adalah perubahan yang sungguh datang dari dalam hati dan jiwanya sendiri, bukan dari luar.

Sedikit lagi aku harus berpisah dengannya. Bukan karena aku tak lagi mencintainya. Tapi ada  batasan-batasan yang kami tak sepakati, tapi sudah menjadi titah manusia. Tak mungkin kan, saat seseorang dalam keadaan tak sadar bisa menikmati sesuatu, apalagi dengannya.

Ia seakan mengarahkan pikiranku, berhenti sejenak, untuk mengumpulkan inspirasi. Kupandangi seisi ruangan. Hanya ada suara televisi yang sedari tadi mengalun, memanjakan telingaku dengan berbagai informasi ringan yang terjadi pada hari ini. Ia masih bersamaku. Entah beberapa menit lagi. Aku hampir kehilangan imajinasi, terhipnotis beberapa detik menyaksikan perbincangan menarik di Metro tv, tentang cara makan yang sehat. Ia kembali mengingatkanku untuk mengahiri tulisan ini. 

Baterai leptopku hampir habis. Cahaya biru yang menujukkan power baterai sudah berubah merah. Itu tanda kritis. Ah, aku mau mengakhiri tulisan ini, karena ia pun sudah tak bersamaku. Ia hanya tergeletak dibalut kotak kertas yang akrab bagi semua orang. Maaf, aku harus merahasiakannya. Aku takut kalau anda akan terjebak sama sepertiku. Maaf ya! 

Palu, (Maaf lupa waktunya)






0 komentar:

Posting Komentar