Senin, 29 Agustus 2011

Gelisah

Gelisah. Malam ini aku kembali dihantui kegelisahan. Kupejam mata dan kerebahkan tubuhku, membujur diselimuti kegelisahan. Sudah sekian lama aku berjalan tanpa kegelisahan. Seolah semua jalan yang kutempuh pasti dan sudah benar. Aku kembali melihat kebelakang, apa ada yang teringgal? Atau semuanya sudah kubawa bersama angin malam ini. Aku sedkit meragukan langkahku belakangan ini.

Jari-jariku tak selancar dulu saat menyentuh toots. Aku harus berusaha memperhatikan abjad-abjad di keybord leptopku seteliti mungkin. Ah, ada yang janggal dari hari-hariku. Ada yang hilang. Ada yang terlupakan. Atau aku sudah terlalu jauh melangkah, hingga aku sudah meninggalkan semuanya.

Aku memang sudah berniat akan berubah. Tapi perubahan yang bagaiman? Aku ingin menggapai asa, cita dan angan. Tapi apakah aku harus meninggalkan semua masa lalu? Ah.., tidak. Aku tak bisa meninggalkan begitu saja. Sulit rasanya walau sekedar membayangkan.

Daun-daun kering akan jatuh ke tanah ketika musim semi. Menyentuh tanah dan berangsur-angsur menjadi kompos dan menyuburkan tanah. Dan tunas-tunas muda akan bermunculan di ranting-ranting kecil di pohon jati belakang rumah.

Aku berusaha menemukan diriku di malam ini. Cahaya bulan di luar memaksa aku keluar dari bilik kecil yang mamasungku. Angin sepoi membelai asa. Menusuk perlahan-lahan ke tulang rusuk. Aku ingat Jakarta, Bali, Yogyakarta, Banjarmasin, Makassar, Serang, Bandung dan Surabaya yang telah ku tinggalkan.

Aku ingin Aceh, Medan hingga Jayapura. Beberapa waktu lalu, aku ingin Holand, Paris atau Oslo. Tapi apa yang saat ini sudah kupunya. Latihanku belum membuahkan hasil. Tiba-tiba aku ingin Tentena, Ampana atau Wakai. Aku ingin menikmati damainya desa. Aku ingin merekam kejadian-kejadian penting di sana. Aku ingin menemukan orang-orang lama yang pernah ku kenal. Atau orang-orang baru yang bisa menjadi teman.

Tapi sedikit sulit, aku masih diselimuti gelisah yang tak tau akan berujung dimana. Aku ingin melempar petugas-petugas itu, yang selalu mengontrol. Mereka mencoba membuyarkan kosentrasiku dalam kegelisahan.

Harus ku akui, aku masih di sini. Masih seperti dulu meski berupaya untuk terus berubah. Kuperhatikan dua lembar kertas berisi nilai-nilai dan tanda tangan. Hampir saja aku menyesal. Tapi aku tak mau. Aku tak mau larut dan menyesali masa lalu. Aku yakin matahari kan kembali bersinar. Burung-burung kan bernyanyi dan hariku akan kembali terang. Aku akan meraih semuanya, setelah menyingkirkan serangga-serangga kecil yang tersesat di antara rambut-rambutku. Aku akan terus berupaya semampuku.  Aku akan membuktikan kepada semua orang, kalau aku mampu menggapai semua yang ku inginkan.

Palu, 24 Oktober 2010.

0 komentar:

Posting Komentar