Senin, 29 Agustus 2011

Beberapa Fiksi Mini tentang Kerusuhan Poso


Ku Hargai Perhatianmu
Kriiiing…. telepon ku kembali berdering.
“Pak, bapak sudah dimana, ayo cepat keluar. Pasukan kami segera datang,”
“Tolong bapak mengungsi secepatnya, tolong pak. Saya sayang bapak,”
Aku yakin ia sangan perhatian padaku. Tapi aku lebih yakin dengan para tentara yang siaga di samping dan depan rumah jabatan ku.

Aku Ingat Seorang Staf ku
“Dia sudah seperti orang gila. Terkadang mengendarai motor menggunakan handuk, bahkan sesekali hanya menggunakan sempak,”
“Aku ingat, ia sempat bertanya padaku tentang gaji tunjangan. Ia mengaku pendapatannya lebih tinggi dari hasil kebunnya, karena jauh di atas gaji tunjanganku,”
“Tapi sayang, semuanya musnah. Rumah dan kebunnya habis akibat kerusuhan itu,”

Ini Semacam Jalur Gaza
“Di sini tempat para pegawai melakuakn transaksi pembayaran gaji,”
“Orang mereka tak bisa masuk ke kota, sebab kami ada di sana,”
“Itu berlangsung berbulan-bulan dalam suasana mencekam,”
“Ahhh sadis, aku tak mau membayangkannya,”

Cair Lagi
“Cair lagi,”
“Cair,”
“Aman?”
“Aman,”
Istilah itu akrab di telinga kami selama berbulan-bulan. Siang dan malam para lelaki mondar-mandir saling sapa, bertanya satu sama lain menggunakan istilah itu. Mereka berubah menjadi algojo-algojo yang siap membantai lawan.
“Wahh… dahsyat, ternyata manusia bisa sekeji itu,”

Kami Seperti Burung
“Apa saja harus dimakan. Mie instan menjadi menu harian,”
“Kami berpindah dari rumah ke rumah mencari makan. Terkadang mampir ke rumah Bupati,”
“Kami seperti burung. Sebab anak isteri kami telah mengungsi ke luar kota,”


Palu, (Maaf lupa waktunya)

0 komentar:

Posting Komentar